“Umat Islam di Indonesia harus mampu menerapkan konsep mukallaf dalam Islam, yakni jika seseorang sudah mencapai mukallaf, maka ia harus segera mandiri, terutama secara ekonomi, sehingga tidak bergantung pada orang tuanya,” demikianlah salah satu pesan dari Rais Aam PBNU, KH. Miftachul Akhyar, dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad di PP Mahasina, Darul Qur’an wal Hadist, Jatiwaringin, Pondok Gede, Kota Bekasi, Kamis, 7 November 2024.
Ulama kelahiran Surabaya ini merasa prihatin karena banyak pemuda-pemudi muslim tidak mandiri dan selalu bergantung pada orang tuanya. Nah, kebetulan salah satu ciri pesantren di manapun berada adalah mendidik para santri untuk mandiri. “Karena itu, beruntunglah orang tua yang memondokkan anaknya ke pesantren,” ungkap ulama kelahiran tahun 1953 ini.
Sebagai informasi, konsep mukallaf dalam Islam menandakan seseorang telah berkewajiban untuk melaksanakan ajaran Islam sepenuhnya, mulai dari sembahyang, puasa, dan seterusnya. Sebagian para ulama menggarisbawahi bahwa usia mukallaf paling lambat 15 tahun dan bahkan bisa sebelum itu, dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Rais Aam PBNU, KH. Miftachul Akhyar, mentausiyahkan, agar konsep mukallaf dilaksanakan secara utuh, baik terkait kewajiban melaksanakan ritual keagamaan maupun terkait dengan kehidupan sosial ekonomi dan lain-lain, sehingga sejak usia paling lambat 15 tahun, para remaja sudah dilatih kemandirian.
Pandangan ulama yang juga mempunyai pesantren besar di Surabaya sangat visioner jauh ke depan. Pasalnya, pada 2045, Indonesia akan menghadapi bonus demografi, dalam pengertian jumlah penduduk yang berada pada usia kerja, jauh lebih banyak dari pada penduduk yang tidak produktif. Banyak pakar yang kuatir, bagaimana jika pada saat bonus demografi terjadi, lapangan kerja sedikit? Ledakan penduduk produktif akan menjadi sumber masalah, karena akan memicu kriminalitas, geng, dan kegiatan destruktif lain.
Karena itu, konsepsi mukallaf yang diajarkan KH. Miftachul Akhyar sangat relevan. Mukallaf tidak hanya terkait kewajiban melaksanakan ritual agama, melainkan juga kewajiban agar si mukallaf mandiri secara ekonomi. Bagaimana teknisnya? Kalau ditafsirkan dari wejangan KH. Miftachul Achyar, paling lambat sejak usia 15 anak-anak dilatih untuk mandiri dan mau bekerja keras.
Alhamdulillah, PP Mahasina sudah melaksanakan sesuai kemampuan wejangan dari KH. Miftachul Akhyar. Pengasuh PP Mahasina, KH. Abu Bakar Rahziz, MA juga menekankan bahwa akhlak mempunyai dua sisi yaitu etis (sopan santun) dan etos (semangat bekerja). “Percuma punya sopan santun tapi pemalas. Percuma punya semangat kerja tapi tidak punya sopan santun,” demikian tasuisyah Abah dalam beberapa kesempatan.
Tinggalkan Komentar